Malam ini adik saya menghubungi Saya via WA. Sebagai panitia seminar, beliau minta saran tentang sebuah tema besar : sustainable development sebuah negeri. Topiknya dikhususkan pada peran bisnis anak muda dalam memajukan kondisi politik sebuah bangsa.
Sambil saya menjawab pertanyaan adik Saya, tidak ada salahnya jika Saya menuliskannya disini. Sehingga bisa dinikmati oleh semuanya.
Setidaknya ada 3 peran sentral bisnis anak muda, dalam kemajuan politik sebuah negeri.
- Terkait kedewasaan pemilih dalam menghasilkan produk politik.
- Hubungan antara kesejahteraan dengan stabilitas politik.
- Arus masuk generasi politisi muda yang berenergi dan kompeten.
Mari kita bahas satu persatu.
***
Pertama, Bisnis anak muda secara tidak langsung dapat menghasilkan produk politik yang lebih baik. Mengapa demikian?
Kita menyadari bahwa hari ini Indonesia menganut sistem demokrasi dalam proses politiknya. Artinya, kedaulatan diserahkan kepada Rakyat. Kita bukan Kerajaan yang mana pemimpin negeri ditentukan oleh garis keturunan. Pemerintahan lahir dari gerak partisipasi publik dalam pemilu. Dan inilah semangat demokrasi.
Karena Rakyat yang berdaulat, maka rakyat diminta untuk terlibat membentuk pemerintahan. Negeri ini memilih wakil rakyatnya dan juga kepala Negara serta kepala daerahnya. Rumit memang. Ada pileg, pilpres dan pilkada. Tapi itulah Indonesia.
Keterlibatan rakyat itu dicerminkan dari proses pemilu : one man, one vote. 1 orang, 1 suara. Maka siapapun warga negara Indonesia, apapun warna kulitnya, agama, gender, bahkan tingkat pendidikan, memiliki hak yang sama secara politik : 1 hak suara dalam pemilu.
Sistem one man-one vote ini memang terlihat adil. Namun kita lupa satu hal bahwa sistem “one man one vote” sebenarnya hanya dapat berjalan ideal pada masyarakat yang mampu memutuskan hak politiknya secara dewasa, tanpa intervensi apapun.
Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia, yang masih kerepotan dalam mencukupi basic need, membuat hampir sebagian masyarakat Indonesia sangat mudah terpengaruh dengan politik uang.
Mengapa politik uang bisa bekerja di Indonesia? karena sebagian besar masyarakatnya masih dalam taraf mencukupi kebutuhan hidup yang teramat dasar. Dalam piramida maslow disebut dengan lapis basic needs. Mereka masih sibuk mencari makan tuk hari ini dan esok. Mereka baru sampai pada taraf berjibaku mencari kontrakan. Jangan harap mereka berfikir tentang negeri, kontribusi, negara, bangsa, karena posisi hidup mereka masih dalam tahap sangat dasar.
Manusia yang masih dalam taraf basic need, susah berfikir panjang tentang makna politik dan kontribusi kebangsaan. Mereka sedang lapar dan butuh hidup.
Cobalah cek data kemiskinan penduduk RI, berapa orang yang hidup dengan 2$ per hari. Hampir puluhan juta orang. Dan inilah penyumbang terbesar suara demokrasi.
Saya tidak bilang, bahwa semua orang yang di bawah garis kemiskinan akan terbawa money politic, namun itulah kenyataan hari ini. menurut saya, mereka pun tidak bisa disalahkan. Mereka lapar, dan siapa yang bawa amplop, tentu mereka pilih.
Memang benar, partai memiliki fungsi edukasi. Banyak orang bilang : didiklah pemilih, agar tidak kena money politic. Namun, bagaimana anda mendidik orang yang lapar?
Nah, kelaparan ini harus dijawab dengan kesejahteraan. Dan salah satu kunci keberhasilan kesejahteraan suatu bangsa adalah kemampuan bangsa itu untuk mengahsilkan keuntungan ekonomi. Dan keuntungan ekonomi dapat diraih dengan bisnis.
Hari ini, 250 juta penduduk Indonesia hanya menjadi bantalan market dari produk Asing. Lihatlah market share pasta gigi, berapa persen pasta gigi berkebangsaan inggris itu menguasai pasar Indonesia? Dan masih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan bangsa ini yang tidak dipenuhi oleh bangsa kita sendiri.
Lihatlah pakan ternak, lihatlah dunia farmasi, lihatlah pasar dunia iklan sekalipun, siapa yang menikmati kue besar itu semua? Apakah pengusaha nasional?
Hal ini terjadi, karena anak Muda Indonesia tidak mau “fight” memenuhi kebutuhan negeri mereka sendiri. Uang bangsa ini kembali keluar dari negerinya sendiri. Disinilah jawaban atas kemiskinan yang terjadi : Gagal merebut market share.
Jika anak muda Indonesia turun tangan berbisnis membangun produk unggulan, maka tenaga kerja akan terserap. Kita tidak hanya mengirim komoditas alam yang rendah harganya, tapi produk yang punya nilai tambah.
Kita keruk emas, kita kirim, kita jual. Berarti kita mencangkul dari alam dan jual. Berbeda dengan jika kita membuatnya menjadi jam tangan, atau chip TV. Ia akan menjadi produk bernilai tambah, tentu gerak ekonominya lebih masif.
Dan setelah sejahtera, masyarakat akan dapat memilih dengan akal sehat dan hati nurani yang jernih. Disinilah pemilu akan berkualitas. Tiap-tiap orang telah dewasa dan waras dalam menentukan pilihan.
Masyarakat yang telah tercukupi kebutuhan pokoknya, akan relatif mandiri dalam menentukan pilihan politiknya. Akan lahir wakil rakyat yang benar, gubernur yang benar dan walikota serta bupati yang benar.
Hari ini kelas menengah negeri ini banyak mencaci wakil rakyat dan pemerintahnya. Padahal wakil rakyat dan pemerintah adalah hasil dari proses politik negeri ini. Mengapa mereka marah? Bukankah mereka yang memilih?itu semua Karena sebagian besar pemilih adalah bukan kelas menengah. Sebagian besar pemilih adalah mereka yang masih lapar.
Jadi, alur pemikiran dalam poin saya yang pertama adalah : anak muda berbisnis dengan benar -> bangsa sejahtera -> pemilu sehat -> produk politik mantap -> maka politik sebuah bangsa akan maju.
***
Yang Kedua, hubungan antara kesejahteraan dan stabilitas politik sebuah negeri.
Negeri yang gaduh, jelas mempengaruhi stabilitas politik. Dan ketidak stabilan politik ini akan berdampak pada runyamnya situasi ekonomi.
Mengapa masyarakat gaduh berkelahi? Mengapa orang-orang memilih turun ke jalan? Mengapa banyak orang mengadu nasib memburu rente di kursi dewan? Itu semua terjadi salah satunya karena ketidak sejahteraan. Maka orang mudah untuk tidak puas. Lalu ekspresif ke jalanan.
Orang yang lapar relatif mudah tersulut. Seperti jerami yang kering. Mudah terbakar. Gampang tersulut.
Kondisi politik yang tidak stabil juga disebabkan karena sebuah bangsa senang bergaduh ria. Senang konflik. Senang bertengkar. Senang membahas yang remeh temeh. Mengapa semua itu terjadi? Karena banyak pengangguran, banyak orang yang tidak punya aktivitas positif, akhirnya mereka gaduh.
Sekumpulan masyarakat yang lapar memang mengerikan. Dan jangan harap politik bisa maju jika tidak didorong dengan kesejahteraan.
Memang seperti ayam dan telur, mana yang lebih dulu. Apakah politik maju lalu ekonomi maju, atau ekonomi dahulu lalu politik maju.
Saya lebih berkeyakinan pada ekonomi terlebih dahulu. Disinilah tugas anak muda Indonesia untuk mendorong kesejahteraan. Bekerja serius mengisi ruang kosong pembangunan. Bukan malah gaduh memperkeruh kehidupan berbangsa dan bernegara.
***
Yang ketiga adalah, kesejahteraan anak muda akan mendorong suplai bahan baku politik yang berkualitas.
Kita tahu bahwa pemilu hanyalah proses. Pemilihan legislatif adalah proses memilih wakil rakyat yang ditawarkan oleh partai politik. Jadi sudah “given” dari langit. Calon-calon itu sudah terjajar di lembar pemilih. Kita hanya bisa memilih mereka yang tersaji di lembar suara.
Pertanyannya? Bagaimana jika calon wakil rakyat yang tersedia adalah orang-orang yang tidak kompeten? Ini adalah tantangan demokrasi kita hari ini : bahan baku politik yang rendah kualitasnya.
Pemilu adalah proses. Wakil rakyat dan kepala daerah adalah hasil atau output dari proses. Dan disinilah yang kita tidak sadari, seperti apakah inputnya?
Sehebat hebat tukang masak nasi goreng, jika nasinya busuk, hancur juga masakannya. Got it?
Saya yakin, banyak anak-anak muda yang penuh energi, tulus, berkemampuan dan berdedikasi, yang siap untuk duduk di legislatif. Mereka siap untuk mengawal RUU, mereka siap untuk menyuarakan aspirasi, tapi mereka lamban membangun kesejahteraan hidup. Andai mereka sudah selesai di taraf kehidupannya, pastilah mereka akan turun bertarung di pemilu.
“Lho, kan jadi anggota dewan digaji”…
Ijinkan saya menjelaskan kepada Anda sekalian.
Misal, Anda berniat menjadi anggota DPR RI dapil V jabar misalnya. Kabupaten bogor.
Untuk menjadi wakil rakyat dari Dapil V jabar kabupaten bogor, anda harus bertarung memperebutkan 9 kursi dewan.
Jika total jumlah pemilih tetap adalah 3,3 juta orang, lalu anggaplah yang memilih berjumlah 2,7 juta orang, maka 1 kursi ekivalen dengan 300.000 suara.
Jika Anda ingin duduk di DPR RI, maka Anda harus kejar capaian 300 ribu suara. maka Anda harus bekerja ke masyarakat secara organik setidak tidaknya 3 tahun sebelum pemilihan. Anda harus fokus bersentuhan dengan 4 juta masyarakat kab Bogor. Anda harus membangun jaringan di 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Anda harus membangun kekuatan personal di hampir 310 desa yang ada, belum dengan kelurahannya. Dan itu semua kerja sosial yang menuntut dedikasi, tanpa harap balas money!
Dalam benak saya, hanya anak muda yang berhasil membangun arus income dalam bisnislah yang mampu melakukan hal itu. Jika masih terikat pekerjaan dan banyak hal, saya yakin hal itu sulit dilakukan. Bisa saja ada anak muda yang menang cepat, tapi kemungkinan besar ia menang secara “sintetik” : (maaf) pake duit.
Dalam analisa Saya secara pribadi, jika banyak anak muda yang mampu membangun bisnis secara mapan di usia produktif, maka dia dapat mendedikasikan sisa usia produktifnya untuk melayani masyarakat. Semoga dia tidak korupsi, karena arus uang dalam bisnis nya sudan cukup menjawab penasarannya tentang hidup kaya. Di titik inilah politik kita maju. Di titik inilah politik kita berkualitas.
Jika generasi muda Indonesia banyak yang berbisnis dan segera “ON Busines”, maka Saya yakin, secara psikologis, mereka akan berfikir untuk mengaktualisasikan dirinya. Pasti ada dorongan berbuat untuk masyarakat. Dan langkah kontribusi pelayanan yang terbaik adalah melalui jalur politik, disanalah urusan publik difikirkan dan dieksekusi.
Sekali lagi, kita membutuhkan bahan baku politisi yang segar, muda, energik, dan memiliki sumber daya (duit). Dan menurut Saya, sosok itu ada pada pengusaha muda.
Fakta pedih hari ini adalah : sistem pemilu liberal negeri ini telah menutup pintu bagi anak muda yang “kekurangan sumber daya”. Bahkan, sekalipun Anda tidak berniat untuk money politic, kerja politik seperti sosialisasi, bangun timses, operasional tim ahli, program program ke konstituen bahkan living cost Anda, pastilah membutuhkan banyak sumber daya (baca : duit). Itu fakta yang harus dibeberkan..
Jika ada anak Muda yang bisnisnya baik, niatnya baik dan kemampuannya baik. InsyaAllah majulah Politik negeri ini. Amiin.
***
Semoga manfaat.
Rendy Saputra
– CEO KeKe Busana
– Sekjend JPMI Pusat (Jaringan Pengusaha Muslim Indonesia)